Senin, 18 Januari 2016

JURNAL TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMP NEGERI KECAMATAN SIDOREJO KABUPATEN MAGETAN

Sarmun, S.Pd
SMP Negeri 1 Sidorejo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) strategi implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo, 2) faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan karakter di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo, 3) dampak dari implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan desain penelitian fenomenologi. Subyek penelitian ditentukan dengan snowball sampling yaitu Kepala Sekolah, Guru, Siswa. Teknik pengumpulan data adalah Tekknik Observasi Partisipasi, Wawancara Mendalam, dan Dokumentasi. Teknik analisis data adalah analisis deskriptif dan analisis domain. Pengujian keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber dan metode. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 1) Strategi Implementasi Pendidikan Karakter di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo terdapat pada kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, ekstra kurikuler, 2) Faktor pendukung pendidikan karakter adalah adanya kebijakan sekolah mengenai visi dan misi, dukungan kepala sekolah, komite sekolah, guru, wali murid dan siswa, sedangkan faktor penghambat adalah gaya hidup para siswa yang terpengaruh oleh fasilitas-fasilitas modern serta masih adanya beberapa guru yang kurang disiplin, 3) Implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri Sidorejo memberikan dampak terhadap individu dimana siswa menunjukkan perilaku yang membaik dan dampak sosial.

Kata Kunci : implementasi, pendidikan karakter, kokurikuler, ekstrakurikuler, faktor


Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya  dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi  yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai  alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan  nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman  dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Polda Metro Jaya dalam Republika.co.id (2011) mencatat jumlah kejahatan selama 2010 mencapai 57.038 kasus. Menurut catatan pada tahun 2010 terjadi pencurian sebanyak 5.735 kasus,  pencurian kendaraan bermotor roda empat 1.835 kasus, kebakaran 387 kasus. Selanjutnya, tindak pemerasan atau ancaman 319 kasus, pemerkosaan 55 kasus, narkotika 4.759 kasus dan kenakalan remaja 29 kasus. Sementara itu, kasus tindak pidana yang meningkat, yakni pembunuhan dari 75 kasus pada tahun 2009 menjadi 79 kasus pada tahun 2010, pencurian kendaraan roda dua 8.229 kasus menjadi 8.649 kasus, dan perjudian 934 kasus menjadi 974 kasus. (Materi Rapat Koordinasi Kepala SMP dan SMA Negeri dan Swasta se-Jawa Timur, 2011).
Banyak kasus yang lebih ekstrim lain yang daftarnya tidak akan  tertampung dalam tulisan ini. Semua itu menggambarkan kegagalan pendidikan kita dalam membangun karakter bangsa. Bahkan bila dicermati, penolakan dan ketakutan yang berlebihan  terhadap pelaksanaan ujian nasional juga merupakan cermin kegagalan pendidikan kita.
Alternatif yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan karakter. Pendidikan Karakter dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif  untuk membangun generasi baru bangsa yang lebih  baik. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan karakter akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut : (1) Strategi implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri  Kecamatan Sidorejo, (2) Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat  pendidikan karakter  di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo, (3) Dampak dari implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo.

KARAKTER, PENDIDIKAN KARAKTER, DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. (pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses 26 Januari 2010)
Menurut Tadkirotun Musfiroh (2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Menurut  Megawangi (2010), pendidikan karakter  adalah  pendidikan  budi  pekerti  plus, yaitu  yang  melibatkan  aspek  pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Dengan demikian, pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya pembelajaran yang  dirancang secara sistematis dan berkesinambungan untuk membentuk kepribadian peserta didik agar memiliki pengetahuan, perasaan, dan  tindakan yang berlandaskan pada norma-norma luhur yang berlaku di masyarakat.  
Tujuan utama pendidikan karakter adalah untuk menumbuhkan karakter warga negara baik karakter privat, seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu; maupun karakter publik, misalnya kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Winataputra, 2007:192)
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebisaaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebisaaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
Miller & Seller (1985) mendefinisikan kata implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu : Pertama, implementasi didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum.
Implementasi Pendidikan Karakter merupakan proses suatu perencanaan menerapkan nilai-nilai karakter dalam yang melibatkan interaksi siswa-guru dan dalam kegiatan baik kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler.
Dalam pendidikan karakter penting sekali  dikembangkan  nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Sekolah  harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk  perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan  masyarakat. Semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap  standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai  inti (Bashori, 2010). 
Penilaian dalam pembelajaran karakter ini dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan  tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini.
BT     : Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
MT    : Mulai Terlihat (apabila peserta  didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
MB   : Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
MK   : Membudaya (apabila peserta didik  terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara  konsisten).

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter dapat berjalan dengan lancar apabila didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Kemendiknas:2010):
1.      Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter,
2.      Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku,
3.      Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter,
4.      Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian,
5.      Member kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik,
6.      Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk suskes,
7.      Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik,
8.      Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama,
9.      Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter,
10.  Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter,
11.  Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Walaupun demikian, harus diakui dengan jujur, bahwasanya upaya pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kualitas karakter dan intelektualitas melalui pendidikan persekolahan tersebut belum mendatangkan hasil optimal dan memuaskan berbagai pihak. Di samping lembaga sekolah, tenaga kependidikan, dan anggaran yang belum memadai, tak kalah pentingnya adalah faktor gaya hidup, keluarga, dan masyarakat.
Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. (Lickona: 1991)

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, dan persepsi seseorang atau kelompok (Sukmadinata, 2006).
Desain Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Fenomenologi yaitu ingin menjelaskan fenomena yang berupa pengalaman-pengalaman yang dialami seseorang dalam kehidupan.
Untuk menentukan subyek penelitian ini, dilakukan dengan snowball sampling. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan orang pertama ini data dirasa belum lengkap, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh orang sebelumnya (Satori dan Komariah, 2010). Pada teknik ini, peneliti memanfaatkan jaringan pertemanan atau relasi yang dimiliki oleh informan sebelumnya.
Adapun subyek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah (1) Kepala Sekolah, (2) Guru, (3) Siswa.
Sumber data adalah subyek atau dokumen dimana data dapat diperoleh berdasarkan kenyataan di lapangan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 2 (dua) sumber yaitu data primer dan data sekunder.
Data yang berhubungan dengan Implementasi Pendidikan Karakter dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut: (1) Teknik Observasi Partisipasi, (2) Teknik Wawancara Mendalam, (3) Teknik Dokumentasi.
Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa angket atau  kuestioner (Kountur, 2004: 113). Instumen penelitian yang penulis tetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Angket observasi partisipasi siswa, (2) Angket observasi partisipasi guru, (3) format data lapangan
Pada Penelitian ini, peneliti melakukan analisis data dengan mencari dan menyusun secara sistematis kemudian menelaah seluruh data  yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam uraian singkat, bagan, dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, peneliti menjabarkan ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh peneliti maupun orang lain.
Penelitian ini menggunakan dua analisis yaitu : Pertama, analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu : (1) Pengumpulan data; (2) Reduksi data; (3) Display data dan penyajian data; (4) Penarikan kesimpulan atau verifikasi data.
Sesuai dengan pendapat Guba dalam Noeng Muhadjir (2000) seluruh data yang diperoleh baik berupa catatan hasil pengamatan, wawancara dan dokumen-dokumen diatur, diurutkan, dikelompokkan, diberi kode dan dikategorikan sesuai kelompok data. Pengelompokan data ke dalam induk disertai dengan pengkodean.
Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih beralasan dan tidak lagi berbentuk kesimpulan yang coba-coba, maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian berlangsung sejalan dengan memberchek, trianggulasi dan audit trail, sehingga menjamin signifikansi atau kebermaknaan hasil penelitian. Dalam langkah ini kejujuran peneliti diuji apakah peneliti dapat memberikan argumentasi bila hipotesis tidak terbukti atau mengarahkan/mengubah data agar penelitiannya dapat terbukti.
Kedua, analisis domain. Analisis domain pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi social yang diteliti atau obyek penelitian (Sugiyono, 2007). Hasil yang diharapkan ialah pengertian di tingkat permukaan mengenai domain tertentu atau kategori-kategori konseptual.
Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2007)
Moleong (2007), membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber, dan metode.



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pendidikan karakter menurut Megawangi (2010) adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Berdasarkan Permendiknas nomor 23 tahun 2006, pada tingkat SMP dipilih 20 nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL., berikut ringkasannya:
Tabel 4.3 Nilai Karakter pada butir-butir SKL tingkat SMP
No
Nilai Utama
Nilai Karakter
1
Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Pikiran, perkataan, tindakan selalu berdasarkan nilai Ketuhanan
2
Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
Jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu
3
Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis
4
Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Mencegah kerusakan pada lingkungan, memperbaiki kerusakan alam, memberi bantuan pada orang lain
5
Nilai-nilai kebangsaan
Nasionalis, menghargai keberagaman

Berdasarkan nilai karakter tersebut, SMP Negeri Kecamatan Sidorejo berusaha mengimplementasikan pendidikan karakter di dalam kegiatan kurikuler, ko kurikuler dan ekstrakurikuler dengan harapan agar seluruh siswa menjadi siswa yang berkarakter seperti digambarkan pada skema di bawah :



 














Gambar 6.  Skema Implementasi Pendidikan Karakter
di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo
Pendidikan karakter dibidang kurikuler diinkludekan dengan seluruh mata pelajaran yakni bahwa guru wajib menyampaikan pendidikan karakter secara terus-menerus melalui indikator pembelajaran dengan diprogramkan melalui perangkat pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter.
Pendidikan karakter dibidang kokurikuler adalah pendidikan karakter yang dilakukan dilingkungan sekolah namun di luar bidang kurikuler juga di luar ekstrakurikuler. Adapun wujudnya berupa pembiasaan-pembiasaan yang mengarah pada pembentukan karakter/pendidikan karakter. Hal itu ternyata juga sudah diterapkan baik di SMP Negeri 1 maupun di SMP Negeri 2 Sidorejo.
Salah satu pembiasaan yang ingin ditanamkan pada siswa adalah agar siswa-siswi di Sidorejo gemar membaca buku dan cinta ilmu, salah satu kegiatan yang mendukung nilai karakter tersebut adalah dengan mengajak siswa ke pameran buku.
Ada kekhususan lain yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sidorejo hasil pengamatan peneliti selama menjadi Kepala SMP Negeri 1 Sidorejo, bahwa pendidikan karakter dalam kegiatan kokurikuler adanya kegiatan muhadhoroh dua kali sebulan setiap hari Jum’at pagi pada jam pelajaran pertama, tentunya selain kegiatan lainnya yang juga menunjukkan pendidikan karakter.
Berdasarkan observasi peneliti, SMP Negeri 1 dan 2 Sidorejo, memiliki kesamaan pembiasaan yaitu membaca Al-Quran setiap pagi sebelum jam pertama dimulai yang secara moral sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dari siswa itu sendiri. Keistimewaan lain dari SMP di Sidorejo itu adalah, walaupun bukan sekolah yang berbasis agama/madrasah, kegiatan keagamaannya sangat kental, terbukti dengan adanya Muhadhoroh yang dilaksanakan setiap dua Jum’at sekali di SMP Negeri 1 Sidorejo dan Shalat Dhuha serta Shalat Dhuhur berjamaah yang dilaksanakan setiap hari di SMP Negeri 2 Sidorejo. Kegiatan tersebut membelajarkan siswa untuk dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta memberikan ketenangan jiwa siswa.
Ternyata seluruh kegiatan kokurikuler yang diadakan di dua sekolah tersebut dapat memberi kontribusi tersendiri dalam rangka pendidikan karakter walaupun mesti adanya pembenahan baik kwalitas maupun kwantitas kegiatannya agar hasil dari pendidikan karakter menjadi lebih baik.
Berdasarkan observasi peneliti, untuk memperlancar implementasi pendidikan karakter melalui kegiatan ko-kurikuler, kedua sekolah tersebut menerapkan strategi pembinaan di sekolah dapat ditempuh dalam bentuk kegiatan sebagai berikut : 1) Kegiatan kesiswaan : shalat dhuha, shalat dhuhur, muhadhoroh, kegiatan membaca Al-quran setiap pagi, peringatan Hari Besar Keagamaan dan Hari Besar Nasional, 2) Perlombaan/pertandingan : lomba 17 Agustus, lomba siswa teladan, lomba OSN, FLS2N, 3) Pembinaan lingkungan sekolah : kegiatan Jumat bersih, Gerakan Bersih Lingkungan, membuang sampah pada tempat sampah.
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu mengembangkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Upaya pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kualitas karakter dan intelektualitas melalui pendidikan persekolahan tersebut belum tentu mendatangkan hasil optimal dan memuaskan berbagai pihak. Hal itu karena ada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya pembentukan dan pengembangan karakter dan intelektualitas seperti tergambarkan pada skema di bawah ini :























Gambar 11.  Skema faktor-faktor pendukung dan penghambat
pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter di sekolah agar mencapai keberhasilan tentunya melibatkan semua pihak pemangku kepentingan dan kebijakan. Dalam hal ini pendidikan karakter di SMP Negeri 1 dan 2 Sidorejo banyak mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu (1) Kebijakan Sekolah, (2) Kepala Sekolah, (3) Komite Sekolah
Komite sekolah selaku wakil wali murid yang sering berkomunikasi dengan sekolah untuk membantu membahas kemajuan sekolah
Menurut hasil observasi peneliti melalui salah seorang guru di Sidorejo, guru di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo juga sering melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswa yang memerlukan perhatian khusus untuk dapat mengetahui dengan sesungguhnya kondisi siswa tersebut.
Keteladanan dari guru juga menjadi faktor pendukung yang sangat penting terhadap pendidikan karakter di sekolah, karena secara tidak langsung salah satu sumber belajar dari siswa adalah guru.
Keterkaitannya dengan pendidikan di sekolah, menurut observasi peneliti, wali murid selalu berkoordinasi dengan sekolah tentang perkembangan putra-putrinya, terlebih jika ada hal-hal yang memerlukan perhatian khusus. Wali murid dengan suka rela datang ke sekolah memantau perkembangan putra-putrinya. Secara rutin, minimal setiap pengambilan nilai sisipan dan rapor, wali murid selalu menyempatkan hadir di sekolah untuk berdiskusi mengenai perkembangan belajar dan tingkah laku putra-putrinya.
Keteladanan dari beberapa tokoh dari siswa ternyata juga dapat menjadi salah satu faktor pendukung kelancaran pendidikan karakter, karena di sekolah, pengaruh pergaulan dengan teman sebaya akan menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi sikap siswa dalam kesehariannya.
Untuk menerapkan pendidikan karakter agar lebih maksimal baik kwalitas maupun kwantitasnya tentu bukanlah hal yang mudah tetapi jika dilaksanakan terpadu sesuai yang terjadi di SMP Negeri 1 dan 2 Sidorejo tentunya lambat laun mencapai hasil yang gemilang dalam arti para siswa lulusannya menjadi siswa yang berkarakter.

FAKTOR PENDUKUNG, PENGHAMBAT, DAN DAMPAK PENDIDIKAN KARAKTER
Gaya hidup modern sekarang yang disokong oleh kapitalisme gaya hidup hedonis yang senantiasa menyerbu lewat televisi, media, dan iklan menjadi salah satu faktor pemicu dan pemacu yang dapat mempengaruhi siswa menjadi lemah karakternya. Juga dengan adanya jaringan internet yang makin marak, siswa bila tanpa pengawasan khusus akan kecanduan untuk bermain-main dengan fasilitas-fasilitas yang justru dapat membodohkan siswa.
Menurut hasil observasi peneliti, di Sidorejo masih ada beberapa orang guru yang masih belum memiliki disiplin waktu. Hal itu secara tidak langsung juga menjadi penghambat proses pendidikan karakter.
Pengimplementasian pendidikan karakter yang telah diterapkan di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo sampai dengan saat ini ternyata telah menimbulkan berbagai dampak tersendiri baik terhadap individu atau siswa itu sendiri maupun dampak sosialnya. Berikut skema dampak pendidikan karakter yang diterapkan di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo:

 















Gambar 17. Skema Dampak Pendidikan Karakter
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi peneliti, dengan adanya implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri Sidorejo para siswa sudah menunjukkan perilaku karakter yang membaik.
Dampak sosial dari pendidikan karakter ini adalah dimana para siswa telah menunjukkan peningkatan kepedulian terhadap teman-temannya.
Sebagaimana diungkapkan pembina OSIS, siswa maupun guru baik di lingkunn sekolah maupun di lingkungan sekitarnya, dengan adanya pendidikan karakter mulai menunjukkan sikap saling memperingatkan diantara mereka untuk berkarakter.
Wali murid pun sudah mulai menunjukkan perhatian yang lebih terhadap perkembangan karakter putra-putrinya sebagaimana contoh kasus yang peneliti dapatkan melalui guru BK di SMP Negeri 1 Sidorejo mengenai siswa yang memiliki tingkah laku yang berbeda ketika di rumah maupun di sekolah, namun masalah tersebut bisa diselesaikan dengan adanya kepedulian orang tua terhadap pendidikan karakter putra-putrinya.
Melalui hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya, guru di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan  tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai yang dinyatakan dengan BT (Belum Terlihat), MT (Mulai Terlihat), MB (Mulai Berkembang), MK (Membudaya). Hal itu memberikan semangat bagi para guru maupun siswa sendiri untuk saling memberikan motivasi dan dorongan untuk bisa berubah ke tahap yang lebih tinggi, sebagaimana terlihat pada petuah “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” yang dipampang di balik gapura SMP Negeri 2 Sidorejo.
Selain dengan memberikan motivasi, dituturkan juga oleh Kepala SMP Negeri 2 Sidorejo bahwa pendidikan karakter membuat guru dan orang tua untuk bersikap lebih baik agar dapat menjadi teladan. Sehingga dengan diimplementasikannya Pendidikan karakter di SMP Negeri 1 Sidorejo dan SMP Negeri 2 Sidorejo dapat mengarah pada pemberdayaan dan pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar SMP Negeri 1 Sidorejo dan SMP Negeri 2 Sidorejo.




KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penyajian dan hasil analisa data, peneliti menyimpulkan:
1.        Berdasarkan nilai-nilai karakter utama pada butir-butir SKL, SMP Negeri Kecamatan Sidorejo mengimplementasikan Pendidikan Karakter pada kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, ekstra kurikuler dengan harapan agar seluruh siswa menjadi siswa berkarakter. Pada kegiatan kurikuler, pendidikan karakter diinkludekan pada seluruh mata pelajaran dimana semua guru wajib menyampaikan pendidikan karakter secara terus menerus melalui indikator pembelajaran dengan diprogramkan melalui perangkat pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter. Pada bidang ko-kurikuler, pendidikan karakter diwujudkan berupa pembiasaan-pembiasaan dan rutinitas yang mengarah pada pembentukan karakter/pendidikan karakter. Selain itu pendidikan karakter juga diberikan dalam kegiatan ekstra kurikuler yang bermacam-macam sesuai dengan minat dan potensi siswa masing-masing. Pada kegiatan ekstra kurikuler ini siswa dapat belajar untuk lebih bertanggung jawab, mandiri, kreatif, disiplin, mencintai alam, dan menghargai keberagaman.
2.        Faktor pendukung pendidikan karakter adalah adanya kebijakan sekolah mengenai visi dan misi yang berazazkan pendidikan karakter, serta kesamaan motto “Ilmu, Amal, Ikhlas” yang terpampang di dinding sekolah, dengan tujuan untuk selalu mengingatkan siswa tentang pentingnya mencari ilmu dengan sebaik-baiknya, untuk bisa diamalkan dalam kesehariannya dengan hati yang ikhlas. Dukungan kepala sekolah dan komite sekolah mengenai pendidikan karakter pada setiap kegiatan, serta selalu memantau perkembangan karakter siswa, sangat menunjang dalam pengimplementasian pendidikan karakter itu sendiri. Ditambah dengan ketekunan guru dalam mendampingi siswa pada kegiatan kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, serta dengan melengkapi perangkat pembelajaran dan metode mengajar yang berkarakter. Faktor pendukung pendidikan karakter yang lain adalah dengan menjalin relasi/hubungan yang baik dengan wali murid, karena perhatian dan pemantauan wali murid terhadap perkembangan putra-putrinya di rumah sangat penting, ditambah lagi dengan dukungan dari murid itu sendiri baik berupa semangat maupun keteladanan dalam bergaul.
Sedangkan faktor penghambat adalah gaya hidup para siswa yang terpengaruh oleh fasilitas-fasilitas modern seperti televisi, internet, dan HP, yang dapat menjadi faktor pemicu untuk mempengaruhi siswa menjadi lemah karakternya bahkan bisa jadi membodohkan siswa, serta masih adanya beberapa guru yang kurang disiplin dalam membuat perangkat pembelajaran.
3.        Implementasi pendidikan karakter yang diterapkan di SMP Negeri Kecamatan Sidorejo memberikan dampak tersendiri baik terhadap individu dimana dengan adanya pendidikan karakter para siswa sudah menunjukkan perilaku karakter yang membaik, sebagai contoh tidak ada anak yang membawa rokok, siswa yang membolos menjadi berkurang, bahkan siswa juga semakin santun dan tekun dalam belajar. Dampak sosialnya adalah dimana siswa maupun guru menunjukkan sikap kepedulian yang lebih tinggi, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan sekitarnya, serta mereka saling memperingatkan untuk berkarakter.
Dengan adanya pengaruh era globalisasi yang semakin maju dimana fasilitas-fasilitas modern semakin berkembang, maka sangat diperlukan sesuatu yang dapat membatasi perilaku semena-mena/sesuka hati yang dapat merusak perkembangan jiwa siswa, salah satunya adalah pendidikan karakter. Untuk itu hendaknya :
1. Para pendidik dan orang tua memberikan pendidikan karakter sedini mungkin supaya anak terbiasa melakukan hal-hal yang utama pada waktu dewasa kelak, karena kedamaian dan kesejahteraan bangsa di masa yang akan datang ada di genggaman tangan mereka.
2. Setiap kesempatan hendaknya dijadikan sarana untuk mengaktualisasikan pendidikan karakter.
3. Metode keteladanan dari orang tua atau guru adalah kunci utama dalam memberikan pendidikan karakter. Orang tua dan atau guru jangan sekedar memberi contoh tetapi hendaknya menjadi contoh, begitu juga jangan hanya menyuruh tetapi mengajak untuk  berkarakter yang baik.
DAFTAR RUJUKAN

Bashori, Khoiruddin. 2010. Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa. Media Indonesia.com, diunduh pada tanggal 3 Desember 2010.

Dinas Pendidikan Bidang Menengah Pertama dan Pendidikan Menengah Atas. 2011. Materi Rapat Koordinasi Kepala SMP dan SMA Negeri dan Swasta se-Jawa Timur. Surabaya.

Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter  di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta

Lickona,T. 1991. Educating for Character. New Yok. Bantams Books

Megawangi, Ratna. 2010. dalam sulaimanzen.wordpress.com/ diakses 25 Desember 2010.

Miller, John P. & Seller, W. 1985. Curriculum Perspective and Practice. Longman.Inc

Moloeng, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung.  Rosda Karya.

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Rake Sarasin.

Musfiroh, Tadkirotun. 2008. Pengantar Psikolinguistik. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. dalam susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id

pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses 26 Januari 2010

Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya.  

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung. Program Studi